Minggu, 29 April 2012

Hukum Dagang

I. ABSTRAKImage
Perdagangan merupakan suatu kegitan yang cukup kompleks bukan hanya yang seperti kita lakukan sehari-hari transaksi membeli-menjual, namun sebelum terjadinya transaksi terdapat banyak proses-proses, peraturan-peraturan/ketentuan/Hukum bagaimana suatu perdagangan bisa terjadi dan pada akhirnya bisa berjalan dengan seimbang serta tidak merugikan suatu pihak tertentu, oleh sebab itu makalah ini akan menjelaskan sedikit tentang Hukum Dagang
II PENDAHULUAN
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. Pada zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan antara produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan.
III PEMBAHASAN
Pengertian
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan .Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Sumber Hukum Dagang
Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada :
1.  Hukum tertulis yang dikodifikasikan
a. KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang)
KUHD Indonesia telah kira-kira satu abad yang lalu di bawa orang Belanda ke tanah air kita, mula-mula ia hanya berlaku bagi orang-orang Eropa di indonesia (berdasarkan asas konkordansi). Kemudian juga dinyatakan berlaku bagi orang-orang timur Asing, akan tetapi tidak berlaku seluruhnya untuk orang-orang di Indonesia.
b. KUHS (Kitab Undang-Undang Hukum Sipil)
Berdasarkan asas konkordansi maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada tanggal 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal/bersumber pula pada KUHS Prancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi”Corpus Iuris Civillis” dari KAisar Justinianus(527-565).
2.  Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan yaitu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan. KUHD mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan asas konkordansi. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yakni peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.
Hukum Dagang selain diatur dalam KUHD dan KUHS juga terdapat dalam berbagai peraturan-peraturan khusus(yang belum dikodifikasikan ) seperti  misalnya :
a. Peraturan tentang Koperasi :
  •       dengan Badan Hukum Eropah (Stb.1949/179);
  •       dengan badan Hukum Indonesia (Stb.1933/108)
Kedua peraturan ini sekarang tidakberlaku lagi karena telah digantikan oleh Undang-Undang No.79 tahun 1958 dan UU No.12 Tahun 1967 tentang Koperasi.
b. Peraturan Palisemen (Stb.1905/217 yo. Stb. 1906/348)
c. Undang-Undang Oktroi (Stb.1922/54);
d. Peraturan Hak milik Industri (Stb. 1912/545);
e. Peraturan lalu lintas (Stb.1933/66 yo./ 249);
f. Peraturan Maskapai andil Indonesia (Stb.1939/589 yo. 717);
g. Undang-undang No.1 tahun 1961 dan UU No.9 tahun 1969 tetang bentuk-bentuk usaha negara (Perum,Persero, Perjan).
Pembagian Jenis Perdagangan, yaitu :
1.      Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang.
  • Perdagangan mengumpulkan (Produsen – tengkulak – pedagang besar – eksportir)
  • Perdagangan menyebutkan (Importir – pedagang besar – pedagang menengah konsumen)
2.      Menurut jenis barang yang diperdagangkan
  • Perdagangan barang, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia (hasil pertanian, pertambangan, pabrik)
  • Perdagangan buku, musik dan kesenian.
  • Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga (bursa efek)
3. Menurut daerah, tempat perdagangan dilakukan
  • Perdagangan dalam negeri.
  • Perdagangan luar negeri (perdagangan internasional), meliputi : Perdagangan Ekspor Perdagangan Impor
  •  Perdagangan meneruskan (perdagangan transito)
Hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan yang lain dalam segala usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu bidang dari hukum perdata adalah hukum perikatan. Perikatan adalah suatu perbuatan hukum yang terletak dalam bidang hukum harta kekayaan, antara dua pihak yang masing-masing berdiri sendiri, yang menyebabkan pihak yang satu mempunyai hak atas sesuatu prestasi terhadap pihak yang lain, sementara pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi tersebut.
Apabila dirunut, perikatan dapat terjadi dari perjanjian atau undang-undang (Pasal 1233 KUH Perdata). Hukum dagang sejatinya terletak dalam hukum perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan. Perikatan dalam ruang lingkup ini ada yang bersumber dari perjanjian dan dapat juga bersumber dari undang-undang.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis  derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Bentuk Bentuk dagang
  1. Persekutuan (Maatschap) : suatu bentuk kerjasama dan siatur dalam KUHS tiap anggota persekutuan hanya dapat mengikatkan dirinya sendiri kepada orang-oranglain. Dengan lain perkataan ia tidak dapat bertindak dengan mengatas namakan persekutuan kecuali jika ia diberi kuasa. Karena itu persekutuan bukan suatu pribadi hukum atau badan hukum.
  2. Perseroan Firma : suatu bentuk perkumpulan dagang yang peraturannya terdapat dalam KUHD (Ps 16) yang merupakan suatu perusahaan dengan memakai nama bersama. Dalam perseroan firma tiap persero (firma) berhak melakukan pengurusan dan bertindak keluar atas nama perseroan.
  3. Perseroan Komanditer(CV = Comanditaire Vennootschap) (Ps 19 KUHD) : suatu bentuk perusahaan dimana ada sebagian persero yang duduk dalam pimpinan selaku pengurus dan ada sebagian persero yang tidak turut campur dalam kepengurusan (komanditaris/ berdiri dibelakang layar)
  4. Perseroan Terbatas (Ps 36 KUHD) : perusahaan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat saham atau sero yang lazimnya disediakan untuk orang yang hendak turut.
  • Arti kata Terbatas, ditujukan pada tanggung jawab/ resiko para pesero/ pemegang saham, yang hanya terbatas pada harga surat sero yang mereka ambil.
  • PT harus didirikan dngan suatu akte notaris
  • PT bertindak keluar dengan perantaraan pengurusnya, yang terdiri dari seorang atau beberapa orang direktur yang diangkat oleh rapat pemegang saham.
  • PT adalah suatu badan hukum yang mempunyai kekayaan tersendiri, terlepas dari kekayaan pada pesero atau pengurusnya.
  • Suatu PT oleh undang-undang dinyatakan dalam keadaan likwidasi jika para pemegang saham setuju untuk tidak memperpanjang waktu pendiriannya dan dinyatakan hapus jika PT tesebutmenderita rugi melebihi 75% dari jumlah modalnya.
5. Koperasi : suatu bentuk kerjasama yang dapat dipakai dalam lapangan perdagangan
Diatur diluar KUHD dalam berbagai peraturan :
  • Dalam Stb 1933/ 108 yang berlaku untuk semua golongan penduduk.
  • Dalam stb 1927/91 yang berlaku khusus untuk bangsa Indonesia
  • Dalam UU no. 79 tahun 1958
  1. Keanggotaannya bersifat sangat pribadi, jadi tidak dapat diganti/ diambil alih oleh orang lain.
  2. Berasaskan gotong royong
  3. Merupakan badan hukum
  4. Didirikan dengan suatu akte dan harus mendapat izin dari menteri Koperasi.
6. Badan-badan Usaha Milik Negara (UU no 9/ 1969)
  •  Berbentuk Persero : tunduk pada KUHD (stb 1847/ 237 Jo PP No. 12/ 1969)
  •  Berbentuk Perjan : tunduk pada KUHS/ BW (stb 1927/ 419)
  •  Berbentuk Perum : tunduk pada UU no. 19 (Perpu tahun 1960)
IV KESIMPULAN
Dalam perdagangan  hukum dagang secara singkat terbagi 2 yaitu Hukum Tertulis berupa KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang)KUHS (Kitab Undang-Undang Hukum Sipil) dan Hukum Tertulis yang belum dikodifikasikan yaitu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan. Selain itu perdagangan memiliki jenis-jenis penempatanya : menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang, menurut jenis barang yang diperdagangkan dan menurut daerah, tempat perdagangan dilakukan. Sama dengan hukum-hukum yang diciptakan, Hukum dagang sangat berperan penting untuk mengatur agar perdagangan dilakukan secara adil
V SUMBER

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/04/hukum-dagang-19/
http://coratcoretlullaby.blogspot.com/2011/03/pengertian-hukum-dagang-dan-hubungannya.html
http://staff.ui.ac.id/internal/090603089/material/HUKUMDAGANG.doc
(BAB 7, HUKUM DAGANG, HAL 248-253)
Nama Kelompok :
  • Andreas Paka          20210739
  • Antari Pramono        20210936
  • Prasetiyo                 25210362
  • Tri Prasojo                26210958
  • Yanih Supriyani         28210593
Kelas 2EB06

Sabtu, 28 April 2012

Hukum Perjanjian

I. Abstrak
     Sebagai mahluk sosial manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perjanjian.

II. Pendahuluan
     Sistem hukum di Indonesia banyak dipengaruhi oleh Belanda yang telah menancapkan pilar-pilar ketentuan yang mengikat antara masyarakat dengan penguasa maupun masyarakat dengan masyarakat sendiri. Sistem hukum yang dimaksud adalah sistem hukum Eropa.

III. Pembahasan
A.  Pengertian Hukum Perjanjian

     Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik dikedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
     Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah:
1.  Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
   Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. 
2.  Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
  Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka  yang berada dibawah pengampunan.
3.  Mengenai suatu hal tertentu
  Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4.  Suatu sebab yang halal
  Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
 Akibat timbulnya perjanjian tersebut, maka para pihak terikat didalamnya dituntut untuk melaksanakannya dengan baik layaknya undang-undang bagi mereka. Hal ini dinyatakan Pasal1338 KUHPerdata, yaitu:
1. perjanjian yang dibuat oleh para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagimereka yang      membuatnya.
2. perjanjian yang telah dibuat tidak dapat ditarik kembali kecuali adanya kesepakatan daripara pihak atau  karena adanya alasan yang dibenarkan oleh undang-undang.
3 Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikat baik.
Ketentuan yang ada pada Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata memuat asas-asas dan prinsip kebebasan untuk membuat kontrak atau perjanjian. Dalam hukum perdata pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun muatan, selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, kesusilaan,kepatutan dalam masyarakat (lihat Pasal 1337 KUHPerdata).
B.  Asas-asas perjanjian 
    Asas-asas perjanjian diatur dalam KUHPerdata, yang sedikitnya terdapat 5 asas yang perlu mendapat perhatian dalam membuat perjanjian: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).
1. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Setiap orang dapat secara bebas membuat perjanjian selama memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan, serta ketertiban umum. Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” “Semua perjanjian…” berarti perjanjian apapun, diantara siapapun. Tapi kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu tetap berada di dalam batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum (undang-undang), kesusilaan (pornografi, pornoaksi) dan ketertiban umum (misalnya perjanjian membuat provokasi kerusuhan).
2. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan keputusannya dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai perjanjian – bahkan hakim dapat memerintahkan pihak yang lain membayar ganti rugi. Putusan pengadilan itu merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum – secara pasti memiliki perlindungan hukum.
3. Asas Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme berarti kesepakatan (consensus), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata sepakat. Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan dan diucapkan, sehingga sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu. Pengecualian terhadap prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian, misalkan syarat harus tertulis – contoh, jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik Notaris.
4. Asas Itikad Baik (good faith/tegoeder trouw)
Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka, dan saling percaya. Keadaan batin para pihak itu tidak boleh dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan tipu daya atau menutup-nutupi keadaan sebenarnya.
5. Asas Kepribadian (personality)
Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal – tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat mewakili orang lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.
 C. Syarat Batal” Perjanjian
Dalam banyak praktek membuat surat perjanjian sering dimajukan klausul sebagai berikut: jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak yang lain dapat membatalkan perjanjian. Sebenarnya klausul semacam ini tidak perlu dimasukan kedalam perjanjian, karena hukum perdata telah menerapkan prinsip umum dalam perjanjian berupa syarat batal. Suatu syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian (semua perjanjian) apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya.
Pasal 1266 KUHPerdata:
Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, andai kata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Syarat batal merupakan suatu batasan, dimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam perjanjian (wanprestasi), maka pihak yang lain dalam perjanjian itu dapat membatalkan perjanjian secara sepihak (tanpa persetujuan pihak yang wanprestasi). Klausul semacam ini dianggap selalu ada dalam setiap perjanjian, sehingga meskipun suatu perjanjian tidak menentukannya dalam bunyi pasal-pasalnya, prinsip ini tetap berlaku.
Tentu saja keberlakuan prinsip ini tidak serta merta. Meskipun syarat bataldianggap selalu berlaku pada semua perjanjian, namun batalnya perjanjian itu tidak dapat terjadi begitu saja, melainkan harus dimintakan pembatalannya kepada pengadilan. Pihak yang menuduh pihak lainnya wanprestasi, harus mengajukan pembatalan itu kepada pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa salah satu pihak telah wanprestasi dan karenanya perjanjian dibatalkan, maka bisa dikatakan tidak ada perjanjian yang batal.
Dalam banyak perjanjian pula pasal 1266 KUHPerdata tersebut seringkali dikesampingkan. Dalam praktek, banyak perjanjian memasukan klausul sebagai berikut: perjanjian ini mengesampingkan berlakunya pasal 1266 dan 1267 KUHPerdata. Maksud dari klausul tersebut adalah agar para pihak dapat membatalkan perjanjiannya secara sepihak tanpa perlu mengajukan pembatalan melalui pengadilan. Karena pasal 1266 KUHPerdata berlaku secara mutlak, maka percuma saja memasukan klausul tersebut karena ujung-ujungnya pembatalan itu harus ditempuh juga lewat pengadilan
IV. Kesimpulan
Dari apa yang di terangkan diatas dapat kita lihat bahwa perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang kongkrit atau suatu peristiwa. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang di kehendaki oleh dua orang pihak yang membuat suatu perjanjian yang mereka buat merupakan undang-undang bagi mereka untuk dilaksanakan.
V. Sumber:
http://www.scribd.com/doc/13273745/HUKUM-PERJANJIAN
http://0wi3.wordpress.com/2010/04/20/hukum-perjanjian/http://legalakses.com/category/artikel/hukum-perjanjian-artikel/
Nama Kelompok :
  • Andreas Paka          20210739
  • Antari Pramono        20210936
  • Prasetiyo                  25210362
  • Tri Prasojo                26210958
  • Yanih Supriyani         28210593
Kelas 2EB06

Wajib Daftar Perusahaan

Sumber Utama :
Ali, wajib daftar perusahaan, ini dipos pada 3 Juni 2010 04:07(28/04/12; 22:01), http://aliesaja.wordpress.com/2010/06/03/wajib-daftar-perusahaan/

I.            Abstraksi
Secara sepintas wajib daftar perusahaan merupakan masalah dalam hal teknis administratif, namun pendaftaran perusahaan merupakan hal yang penting. Hal inipun penting bagi pemerintah, guna melakukan pembinaan, pengarahan dan pengawasan agar menciptakan dunia usaha yang sehat. Hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1982.

II.            Pendahuluan
Bagi dunia usaha, daftar perusahaan penting untuk mencegah dan menghindari praktek-praktek usaha yang tidak jujur (persaingan, penyelundupan dll). Selain itu daftar perusahaan buat dunia usaha bermanfaat untuk menciptakan keterbukaan antar perusahaan, memudahkan mencari mitra bisnis, mendasarkan investasi pada perkiraan yang jelas, meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Tujuan Undang-Undang tentang wajib daftar perusahaan adalah memberikan perlindungan kepada perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya secara jujur dan terbuka, serta pembinaan kepada dunia usaha dan perusahaan, khususnya golongan ekonomi lemah.

III.            Pembahasan
            Dalam ketentuan Umum Undang – Undang No.3 tahun 1982 disebutkan bahwa: Daftar Perusahaan adalah Daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang Wajib Daftar Perusahaan atau UU – WDP dan atau peraturan -peratuaran pelaksanannya dan atau memuat hal- hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang di Kantor Pendaftaran Perusahaan.

          Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan
            Daftar Perusahaan : catatan yang didakan harus sesuai dengan ketentuan undang-undang atau peraturan pelaksana, dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan.
            Perusahaan : setiap bentuk usaha yang dijalankan, baik yang bersifat tetap dan terus menerus ataupun perusahaan-perusahaan yang bernaung dibawah lembaga sosial, berkerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan memiliki tujuan memperoleh keuntungan atau laba.
            Pengusaha : setiap orang perorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan.     
            Usaha : setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
            Menteri : menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan.

Tujuan dan Sifat Wajib Daftar Perusahaan
memcatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha. Daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak. Sifat terbuka,  daftar perusahaan itu dapat dipergunakan oleh pihak ketiga sebagai sumber informasi.
Kewajiban Pendataran
a.       Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.
b.       Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.
c.       Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk melakukan pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.
d.       Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan.

Bentuk badan usaha yang masuk dalam wajib daftar perusahaan:
1.                  Badan hukum
2.                  Persekutuan
3.                  Perorangan
4.                  Perum
5.                  Perusahaan Daerah, perusahaan perwakilan asing

Badan Usah Yang Tidak Perlu Menjadi Wajib Daftar
a.       Setiap perusahaan Negara berbentuk perjan → yang dikecualikan dari kewaiban pendaftran adalah peusahaan-perusahaan yang tidak bertujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
b.       Setiap perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh sendiri atau hanya memperkerjakan anggota keluarga terdekat serta tidak memerlukan izin usaha dan tidak merupakan badan hukum atu suatu persekutuan. Perusahaan kecil perorangan yang melakukan kegiatan dan atau memperoleh keuntungan yang benar-benar hanya sekedar untuk mmenuhi keperluan nafkah sehari-hari. Anggota terdekat disini adalh termasuk ipar dan menantu.
c.       Usaha diluar bidang ekonomiyang tidak bertujuan mencari profit: Pendidikan formal, pendidikan non formal, rumah sakit.
d.         Yayasan

Hal-Hal Yang Didaftarkan
  • Pengenalan tempat
  • Data umum perusahaan
  • Legalitas perusahaan
  • Data pemegang saham
  • Data kegiatan perusahaan


Cara, Tempat dan Waktu Pendaftaran
Pendaftaran Perusahaan dilakukan oleh Pemilik atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa Perusahaan yang sah pada KPP Tingkat II ditempat kedudukan perusahaan. Tetapi kuasa tersebut tidak termasuk kuasa untuk menandatangani Formulir Pendaftaran Perusahaan. Pendaftaran Perusahaan dilakukan dengan cara mengisi Formulir Pendaftaran Perusahaan yang diperoleh secara cuma-cuma dan diajukan langsung kepada Kepala KPP Tingkat II setempat dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut :
a.       Perusahaan Berbentuk PT :
1.       Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan serta Data Akta Pendirian Perseroan yang telah diketahui oleh Departemen Kehakiman.
2.       Asli dan copy Keputusan Perubahan Pendirian Perseroan (apabila ada).
3.       Asli dan copy Keputusan Pengesahan sebagai Badan Hukum.
4.       Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor Direktur Utama atau penanggung jawab.
5.       Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
b.       Perusahaan Berbentuk Koperasi :
1.      Asli dan copy Akta Pendirian Koperas
2.      Copy Kartu Tanda Penduduk Pengurus
3.      Copy surat pengesahan sebagai badan hokum dari Pejabat yang berwenang.
4.      Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
c.       Perusahaan Berbentuk CV :
1.      Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada)
2.      Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pengurus.
3.      Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
d.       Perusahaan Berbentuk Fa :
1.      Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada)
2.      Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pengurus.
3.      Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
e.       Perusahaan Berbentuk Perorangan :
1.      Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).
2.      Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab / pemilik.
3.      Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
f.        Perusahaan Lain :
1.      Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada).
2.      Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab perusahaan.
3.      Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang.
g.       Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan Perwakilan Perusahaan :
1.      Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada) atau Surat Penunjukan atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu, sebagai Kantor Cabang, Kantor Pembantu dan Perwakilan.
2.      Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab perusahaan.
3.      Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh Instansi yang berwenang atau Kantor Pusat Perusahaan yang bersangkutan
IV.            Kesimpulan
Setiap perusahaan yang berkedudukan di wilayah Republik Indonesia wajib mendaftarkan perusahaannya. Selain hal tersebut baik untuk pemerintah, baik juga untuk perusahaan itu sendiri. Mengapa bisa begitu ? Bisa kita ambil contoh, apabila suatu perusahaan tersandung kasus dan pemimpin ataupun orang yang terkait akan kasus tersebut susah ditemu dan sebagainya, kita dapat meminta informasi ke Daftar Perusahaan, dari situ kita akan mendapatkan informasi mengenai pemilik ataupun pemimpin perusahaan tersebut.

Sumber :

·         Ali, wajib daftar perusahaan, ini dipos pada 3 Juni 2010 04:07(28/04/12; 22:01), http://aliesaja.wordpress.com/2010/06/03/wajib-daftar-perusahaan/


Nama Kelompok :
- Andreas Paka               20210793
- Antari Pramono            20210936
- Prasetiyo                       25210362
- Tri Prasojo                    26210958
- Yanih Supriyani          28210593

Anti Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat

I. Abstrak
Salah satu amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah pembentukan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) dengan kewenangan antara lain menerima  laporan tentang dugaan praktik  monopoli atau persaingan usaha tidak  sehat, melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan atau tindakan yang dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, memutuskan dan menetapkan ada tidaknya kerugian bagi pelaku usaha lain atau masyarakat, sampai dengan kewenangan menjatuhkan sanksi kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Anti Monopoli.

II. Pendahuluan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan komisi yang dibentuk berdasarkan amanat Undang-undang nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam UU Anti Monopoli antara lain diatur bahwa kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah :
- Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan       terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
- melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

- memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat
- menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini (Pasal 36 UU Anti Monopoli).

III. Pembahasan

Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha

“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.

Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.

Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.

Asas dan Tujuan Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.

Kegiatan yang dilarang dalan antimonopoli

Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.

 Perjanjian yang dilarang dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha

Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.

Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :

1. Oligopoli
2. Penetapan harga
3. Pembagian wilayah
4. Pemboikotan
5.  Kartel
6. Trust
7. Oligopsonih
8. Integrasi vertikal
9. Perjanjian tertutup
10. Perjanjian dengan pihak luar neger

Hal-hal yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :

1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
     yang terdiri dari :

  1. Oligopoli

    Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga pasar.

  2. Penetapan Harga.

    Dalam rangka penetralisir pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian,antara lain :

    • perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar yang sama.

    • Perjanjian yang mengakibatkan pembeli harus membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.

    • Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar.

    • Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari pada harga yang telah diperjanjikan

  3. Pembagian Wilayah

    Mengenai pembagian wilayah, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.

  4. Pemboikotan

    Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan dalam negeri maupun pasar luar negeri.

  5. Kartel

    Pelaku usaha dilaarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha persaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.

  6. Trust

    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.

  7. Oligopsoni

    • pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain dengan tujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan.

    • Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan, apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 % pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

  8. Integrasi Vertikal

    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengelolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.

  9. Perjanjian Tertutup

    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

  10. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri

    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan dan dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

  1. Monopoli

    Monopoli adalah situasi pengadaan barang dagangan tertentu (di pasar lokal atau

    nasional) sekurang-kurangnya sepertiga dikuasai oleh satu orang atau satu kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.

  2. Monopsoni

    Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang, yang dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.

  3. Penguasaan Pasar

    Penguasaan pasar adalah proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar. Dengan demikian pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama pelaku usaha lainnya yang mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

  4. Persengkongkolan

    Persekongkolan adalah berkomplot atau bersepakat melakukan kejahatan (kecurangan).

3. Posisi dominan, yang meliputi :

  • Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing

  • Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi

  • Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar

  • Jabatan rangkap

  • Pemilikan saham

  • Merger, akuisisi, konsolidasi

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut :
Perjanjian yang dilarang
, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
Kegiatan yang dilarang
, yaitu melakukan kontrol produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Posisi dominan
, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian
, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.

Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat :

  1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker

  2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan

  3. Efisiensi alokasi sumber daya alam

  4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli

  5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas dan layanannya

  6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi

  7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak

  8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan

Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat (UU no.5 Tahun 1999 tentang anti monopoli)
Praktek monopoli
 adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.

Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Menurut pasal 33 ayat 2 “ Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai oleh negara tidak boleh dikuasai swasta sepenuhnya.

Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan
–  Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
–  Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
–  Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan/Badan Usaha tersebut.


Sanksi

  1. Sanksi Administrasi

    Sanksi administrasi adalah dapat berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas penggabungan , peleburan dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah atau setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.

  2. Sanksi Pidana Pokok dan Tambahan

    Sanksi pidana pokok dan tambahan adalah dimungkinkan apabila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri, melakukan monopoli, melakukan monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal dua piluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah, sedangkan untuk pelanggaran penetapan harga, perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima miliar rupiah dan maksimal dua puluh lima miliar rupiah.

Sementara itu, bagi pelaku usaha yang dianggap melakukan pelanggaran berat dapat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan pasal 10 KUH Pidana berupa :

  1. pencabutan izin usaha

  2. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun,

  3. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

IV. Kesimpulan
       Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa asas-asas hukum yang mendasari beberapa Putusan KPPU terpilih tersebut meliputi asas-asas hukum berikut :
Asas anti pemilikan saham pada dua atau lebih perusahaan pada pasar yang sama oleh satu pihak saja; Asas anti kartel (larangan terhadap perjanjian penetapan harga antara dua atau lebih pelaku usaha yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat); Asas anti diskriminasi (perlakuan yang sama dalam konteks hal-hal yang memang sifatnya sama); Asas kompetisi yang fair; Asas larangan penguasaan dan atau pemasaran secara monopoli dan penggunaan posisi dominan untuk menghalangi konsumen memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing di pasaran.

Nama kelompok:

  • Andreas Paka         20210739

  • Antari Pramono       20210936

  •  Prasetiyo           25210362

  • Tri Prasojo          26210958

  • Yanih Supriyani      28210593

Kelas 2EB06